KASUS TAYANGAN SILET YANG SEMPAT DIBEKUKAN
Feni Rose Istirahat Sebagai Presenter Silet
Presenter tayangan infotainment Silet, Feni Rose, yang menjadi pembicaraan masyarakat umum sejak Minggu (7/11), mengucapkan permintaan maafnya, terutama kepada warga Yogyakarta dan sekitarnya yang telah dibuatnya panik.
Selain meminta maaf, Feni juga membantah telah menyebut "Yogyakarta adalah Kota Malapetaka".
"Atas segala ekses yang terjadi akibat pesan berantai tentang saya, dengan isi pesan yang kurang tepat, yang telah mencederai dan melukai perasaan warga Yogyakarta dan sekitarnya, saya meminta maaf," kata Feni dalam rilis yang dikirimkan kepada wartawan, Senin (8/11).
Feni mengatakan, saat membawakan Silet itu tidak ada niatnya untuk mencederai, melukai hati, menyinggung perasaan, bahkan meresahkan warga.
Selama membawakan program Silet, Feni murni mengikuti naskah yang disiapkan tim Silet. "Dalam tayangan Silet pada 7 November lalu, saya tidak pernah membacakan naskah, apalagi membuat pernyataan 'Yogyakarta adalah kota malapetaka'," kata Feni.
Kira-kira begini narasi yang dibacakan Feni dengan suara khasnya saat itu,
"Puncak letusan Merapi kabarnya akan terjadi hari ini (Minggu) hingga esok hari pada bulan baru yang jatuh pada tanggal 8 November. Ahli LAPAN selalu mencatat hampir semua letusan dan guncangan gempa muncul pada bulan baru. Lantas apa yang akan terjadi dengan Yogyakarta? Mungkinkah Yogyakarta, kota budaya yang elok akan tergolek lemah tak berdaya? Benarkah Jogja yang dalam banyak lagu digambarkan begitu indah akan berubah menjadi penuh malapetaka?" .
Jika ada naskah yang dianggap sensitif, Feni selalu memberikan saran dan masukkan ke tim Silet.
Atas segala kejadian yang tidak mengenakan semua pihak itu, termasuk dirinya, Feni memutuskan untuk beristirahat dari pekerjaannya sebagai presenter Silet. "Saya ingin mengintrospeksi diri," kata Feni.
Sumber : www.WartaKota.com
Analisis Penulis :
Siapa menyangka, tayangan SILET yang menjadi perhatian Public tersebut sempat beku hanya karena kesalahan dari Tim Silet yang sempat membuat warga resah, khususnya masyarakat Yogyakarta.
“Segenap Tim Redaksi SILET memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas pemberitaan SILET edisi Minggu 07 November 2010 yang memuat ramalan dan pesan berantai yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya tentang prediksi Merapi. Simpati dan Do’a kami untuk seluruh korban bencana”.
Paragraf diatas merupakan ungkapan permintaan maaf Tim SILET kepada masyarakat khususnya Yogyakarta, yang sempat tertera dilayar kaca Televisi (RCTI) beberapa waktu lalu.
Krisis PR (Public Relations), adalah suatu peristiwa yang dapat membahayakan image perusahaan, reputasi ataupun stabilitas keuangan. Kuncinya disini adalah seberapa buruk dampaknya secara potensial terhadap institusi, perusahaan atau organisasi? Semakin serius dampaknya, maka semakin hebat pula krisis yang dihadapi.
Siapa yang dapat mempredikisi, kalau sebagian masyarakat akan beropini negatif terhadap kesalahan tayangan SILET beberapa waktu lalu sehingga imbasnya, program SILET pun sempat dibekukan. Dari krisis Public Relations ini, kita dapat belajar mengenai bagaimana public berpersepsi negatif. Disaat media memperhatikan krisis yang terjadi, sebaiknya perusahaan/organisasi apapun memberi respon yang baik dan terencana, masuk akal, dan dapat dipercaya. Transparansi adalah suatu keharusan, kemudian harus terbuka dan bertanggung jawab, merupakan satu-satunya cara agar berhasil. Bagaimana cara merespon disaat krisis, dan seringkali yang menjadi pusat perhatian adalah disaat reaksi pertama yang dikeluarkan. Ini merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
Itulah yang terjadi pada tayangan SILET ini. Menurut saya, saat SILET dihujat maka redaksi Silet pun segera meminta maaf pada masyarakat. Dan proses Transparansi disini terlihat saat adanya proses mengakui kesalahan.
Setiap organisasi, apapun itu jenisnya pasti berpotensi menghadapi masalah, dan penyelesaiannya pun dengan berbagai cara. Kadang-kadang suatu masalah cukup menyulitkan, apalagi saat masalah tersebut muncul dan menjadi perhatian publik melalui media. Masalah tersebut kemudian dianggap sebagai suatu krisis, dimana perusahaan menghadapi berbagai akibat antara lain berkaitan dengan hukum, politik, keuangan dan persepsi publik.
Namun, semua masalah pasti dapat terselesaikan jika kita yakin kalau kita mampu menyelesaikannya. Kini, krisis yang dilanda Tim Silet telah terselesaikan. “Silet” yang sempat vakum beberapa saat, telah tayang kembali. Semua ini, tak lepas juga dari dukungan masyarakat yang menginginkan tayangan Silet kembali diluncurkan. Kepercayaan masyarakat kembali muncul karena Tim Redaksi Silet mampu berkata jujur akan kesalahannya dan mampu membangkitkan kembali rasa percaya masyarakat terhadap tayangan ini. Tak tanggung-tanggung, tayangan “Silet” ini pun mampu kembali meraih piala citra Gobel Awards baru-baru ini.
Dampak yang terjadi dari krisis ini cukup membuat Tim Redaksi Silet lebih hati-hati lagi dalam mengembankan tugas-tugasnya kedepan. Dalam kasus ini, strategi yang digunakan adalah kejujuran. Kejujuran dari Tim Redaksi Silet atas kesalahannya dan mau meminta maaf lewat media kepada masyarakat. Jika informasi sudah berada diwilayah publik, PR harus segera bereaksi dengan jawaban jujur. Karena kejujuran merupakan salah satu kunci dari penyelesaian permasalahan.
MENGANALISIS KRISIS DAN STRATEGI PR
06.26 |
Label:
Tugas Kampus (Perencanaan Humas)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar